Rabu, 10 Februari 2021

Menembus Tulisan di Penerbit Mayor

 

Saat ini, apabila ingin memiliki buku sendiri sangatlah mudah. Kita cukup menulis dan menghasilkan karya, naskah lalu dikirim ke penerbit indie. Kita hanya tinggal membayar biaya pra cetak, buku siap untuk diterbitkan.

Namun pernahkakhterbayang oleh kita bisa menerbitkan buku secara gratis tanpa biaya? Ya, dipenerbit mayor kita cukup hanya mengirim naskah untuk bisa diterbitkan menjadi buku. Buku tersebut juga akan langsung dipasarkan oleh penerbit dan kita juga akan mendapatkan royalty (keuntungan) dari hasil penjualannya. Menyenangkan, bukan?

Tetapi dibalik hal tersebut, ada fakta yang perlu kita ketahui. Agar naskah kita diterima oleh penerbit tidaklah mudah. Penerbit mayor sangat hati-hati dalam menerima naskah, sehingga seleksinya sangat ketat dan tahapnya yang panjang. Namun tenang, kali ini akan dibagikan tips agar naskah yang kita tulis bisa tembus dipenerbit mayor. Tips ini disampaikan oleh Bapak Edi S Mulyanta. Siapakah ia?

Bapak Edi S Mulyanta adalah manajer operasional penerbit ANDI Offset. Sebagaimana yang kita ketahui penerbit ANDI Offset merupakan salah satu penerbit mayor di Indonesia. Berikut adalah ilmu yang disampaikan oleh Bapak Edi S Mulyanta ketika menjadi narasumber di pelatihan Belajar Menulis Gelombang 17.

Dunia Penerbitan

Bapak Edi lebih dulu menjelaskan beberapa istilah di dalam dunia perbukuan menurut UU No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan,

  1. Penerbit adalah lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan kegiatan penerbitan buku.
  2. Penerbitan buku adalah seluruh proses kegiatan yang dimulai dari pengeditan, pengilustrasian, dan pendesainan buku.
  3. Penulis adalah setiap orang yang menulis naskah buku untuk diterbitkan dalam bentuk buku.
  4. Penulisan adalah penyusunan naskah buku melalui bahasa tulisan dan/atau bahasa gambar.
  5. Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara berkala.
  6. Naskah buku adalah draft karya tulis dan/atau karya gambar yang memuat bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.

Berdasarkan undang-undang tersebut, sebenarnya tidak ada penggolongan antara penerbit mayor dan minor. Setiap penerbit di bawah naungan IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) berproses secara mandiri dan memiliki caranya masing-masing dalam menerbitkan buku. Setiap anggota IKAPI dalam mengelola terbitannya akan diawasi oleh Perpustakaan Nasional selaku lembaga yang mengeluarkan nomor ISBN untuk setiap buku yang diterbitkan.

Masing-masing penerbit memproduksi jumlah judul dan genre yang berbeda-beda. Sehingga akan terbentuk beberapa kelompok penerbit berdasarkan jumlah output produksinya. Selanjutnya, dalam mengeluarkan ISBN Pepusnas akan memberikan kode-kode tertentu untuk setiap golongan penerbit. Berikut adalah struktur rentang ISBN yang menentukan golongan penerbit.


Penerbit digolongkan berdasarkan ISBN Publication Element, yaitu jumlah produksi bukunya. Besarnya jumlah produksi akan menjadikan digit juga besar. Penerbit mayor memiliki rentang produksi 3-4 digit, karena kapasitas produksi dan penjualannya bisa mencapai jumlah tertentu. Hal inilah yang menjadikan masyarakat memberikan istilah penerbit mayor dan minor, karena jumlah terbit dan besaran pemasarannya.

Dengan jumlah produksi yang besar, penerbit dapat mendistribusikan buku secara merata ke seluruh toko buku dan outlet penjualan secara nasional, sehingga menambah penyebutan penerbit skala nasional. Penyebutan ini akhirnya diadopsi pada peraturan-peraturan sesudahnya dalam pengukuran indeks, yang digunakan oleh penulis-penulis yang tergabung dalam beberapa profesi pendidik yang harus menghasilkan luaran atau outcome berupa hasil tulisan.

Pada tahun 2019, pemerintah mengeluarkan PP No. 75 yang mengatur tentang pelaksanaan UU No.3 Tahun 2017. Peraturan tersebut membagi buku menjadi beberapa jenis yaitu:

PAUD-DIKDASMEN

  • Teks utama (guru dan siswa)
  • Teks pendamping (luas, dalam, dan lengkap)
  • Non teks (pengayaan, referensi, dan panduan)

DIKTI

  • Teks perti (buku ajar)
  • Non teks (referensi, dan MOU/Kerjasama)

UMUM

  • Fiksi
  • Non fiksi

 BUKU LUAR

  • Penerjemahan
  • Impor

Atas dasar itu, penerbit-penerbit dibawah IKAPI akhirnya menentukan segmentasi buku yang sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Tentunya untuk mencari keuntungan dengan menjual buku hasil tulisan dari para penulis.

Mengajukan Naskah ke Penerbit Mayor

Berdasarkan materi yang disampaikan oleh Bapak Edi, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan sebelum mengajukan naskah ke penerbit mayor diantaranya:

1.     Agar buku yang kita tulis dapat diterbitkan oleh penerbit mayor, sebelum memulai menulis kita dapat menentukan terlebih dahulu tema apa yang sesuai dengan keahlian dan kompetensi yang kita miliki. Kemudian kita dapat melihat contoh-contoh buku yang sesuai dengan tema tersebut yang telah diterbitkan oleh penerbit yang menjadi tujuan pengiriman naskah. Pelajari buku-buku tersebut dan sesuaikan dengan kompetensi yang kita miliki. Sehingga buku yang kita tulis bisa cocok dengan genre yang menjadi andalan penerbit tersebut.

 

2.    Sebagai seorang guru, kita dapat menulis beberapa buku: 1) Buku teks pelajaran, karena memiliki nilai angka kredit yang tinggi, terutama buku yang bisa lolos Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2) Buku non teks, berupa buku pengayaan maupun referensi, atau buku modul pelajaran, dan 3) Buku umum karya fiksi atau novel.

 

3.   Dalam menerbitkan buku, penerbit akan melihat kemungkinan terbitnya berdasarkan 4 kuadran prioritas.


Kuadran tersebut memperlihatkan sudut pandang penerbit dalam mempertimbangkan calon naskah yang akan diterbitkan. Terlihat bahwa unsur market cukup dominan, karena buku yang diterbitkan tentunya harus diminati oleh pasar. Selain itu, buku teks pembelajaran mempunyai effort (usaha) yang cukup berat untuk diterbitkan baik dari sisi penulis maupun penerbit. Karena buku tersebut harus dinilai terlebih dahulu oleh BSNP. Oleh sebab itu, sebagai seorang guru, buku yang lebih mudah untuk kita ajukan untuk diterbitkan adalah buku pengayaan dan modul pelajaran.

 

4.   Kita bisa mencoba menawarkan naskah dalam bentuk rencana tulisan atau proposal penerbitan buku. Buku tidak harus diselesaikan seluruhnya, akan tetapi ada sampel-sampel bab yang dapat disertakan dalam pengajuan proposal tersebut. Tulislah proposal pengajuan naskah yang bisa kita tawarkan ke penerbit. Kirimkan ke beberapa penerbit, agar penerbit memahami penawaran tulisan tersebut. Jangan hanya terpaku di satu penerbit.  Proposol dapat kita kirimkan ke beberapa penerbit agar peluang diterimanya semakin besar.

 

Proposal berisi judul, sub judul (jika ada), synopsis buku, outline, sampel Bab minimal 2 Bab, dan CV penulis. Selanjutnya berikan penjelasan sasaran pasar pesaing buku lain yang telah terbit, data-data market sasaran, positioning materi pesaing, dan keunggulan buku dibandingkan pesaing, untuk mempermudah penerbit dalam melakukan review naskah.

 

5.   Jangan takut  naskah ditolak atau tidak diterbitkan karena setia penerbit mempunyai pendangan tersendiri dalam menerbitkan buku.

 

6.    Umumnya setiap penerbit tidak memiliki syarat tertentu terhadap naskah yang diajukan, kita hanya perlu strategi dalam menawarkan naskah. Agar naskah yang kita tawarkan menjadi lebih menarik, salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah dengan meminta kata pengantar dari tokoh yang dianggap mumpuni sesuai dengan kompetensinya atau tokoh ini mempunyai sosial media yang banyak pengikutnya, sehingga akan membantu promosi buku yang kita tulis.

 

 7. Penerbit mayor kadang menyisihkan angggaran untuk terbitan-terbitan penulis pemula yang mempunyai tulisan diluar trend. Terkadang justru melawan trend, dengan resiko memang buku tersebut tidak laku dipasar. Akan tetapi manajemen resikonya telah diperhitungkan.

Lebih lanjut Bapak Edi menjelaskan, tidak semua buku bisa diterbikan oleh penerbit karena keterbatasan modal, strategi pemasaran, serta visi-misi mereka. Apalagi disaat pandemic, dimana outlet toko buku sedang PSBB sehingga proses penjualan dan distribusi buku menjadi terkendala.

Penerbit ANDI hanya menerbitkan 20-30% saja dari naskah yang masuk, biasanya mencapai 200-an perbulan. Sehingga prosesr eview naskah terkadang membutuhkan kecermatan, agar produk yang telah diputuskan untuk diterbitkan dapat terserap pasar dengan baik. Berikut adalah gambaran pasar saat pandemi.

Setiap buku yang diterbitkan oleh penerbit ANDI telah dipersiapkan sarana-sarana promosi kekinian, seperti webinar, bincang daring, workshop online, podcast hingga channel youtube. Hal tersebut dilakuakn guna membantu memperkuat resonansi gaung buku ke calon pembaca.

Produksi buku juga bergeser ke ranah digital, dengan bekerjasama dengan Google Play dan masuk ke pasar digital dalam bentuk E-Book. Beberapa E-book produksi penerbit ANDI dapat dilihat di http://ebukune.my.id.

Bapak Edi mengatakan, mau tidak mau kita harus menyambut perubahan teknologi kearah digitalisasi buku, sehingga tetap up to date dalam memanfaatkan teknologi informasi terutama dalam hal tetap memproduksi tulisan untuk dapat dinikmati oleh pembaca dan mencerdasakan kehidupan bangsa seperti visi dan misi penerbit ANDI.

Penutup, Bapak Edi menyampaikan bahwa jangan takut memasukkan tulisan ke penerbit baik itu penerbit minor maupun mayor. Karena karya kita ditunggu oleh pembaca-pembaca yang setia menanti pencerahan baru dari tulisan yang kita tulis.

Jangan pernah putus asa menawarkan tulisan ke penerbit, karena penerbit juga membutuhkan naskah-naskah yang memberikan warna baru di dunia tulis-menulis, dan sekaligus mencari keuntungan. Karena dengan keuntungan tersebut penerbit bisa bertahan ditengah gempuran teknologi yang kian semakin kejam saat ini.

 

1 komentar:

  1. Eiittss, resumenya mantap nih.
    Intronya mengena, keren.
    Semangat berkarya, semangat menginspirasi

    BalasHapus

Sudah Buka, Kok Lemas!

  Hal yang kita tunggu setelah berpuasa seharian adalah waktu berbuka. Dengan berbuka kita berharap dapat mengisi kembali energi yang hilang...